IF I CAN TURN BACK THE TIME

If I can turn back the time, will I find you there?

“Maksudnya?” tanyamu tidak mengerti, sambil menutup buku yang sedang kau baca.

I miss you. Miss the old you.

“Maksudnya?” kali ini kau menaruh bukumu dan menatapku tajam.

“Kau berubah. Kau bukan lagi seperti kau yang dulu.”

Well, people change right?

“Yeah. Tapi aku tetap rindu dirimu yang dulu. Yang membuatku suka padamu.”

“Memangnya kau tidak suka padaku sekarang?” nada suaramu menunjukkan keheranan.

“Tidak begitu. Hanya saja, susah dijelaskan ya. Kau berbeda. Kau berubah. Kau … bukan lagi kau yang dulu.”

“Jelaskan.”

Sekarang nada suaramu semakin tajam, membuatku serba salah. Aku membetulkan posisiku sebelum menjawab.

“Kau yang sekarang memang lebih maju, lebih stabil, lebih sukses.”

“Bagus kan?”

“Ya, bagus. Hanya saja kau kehilangan your touch.”

My touch?” kau mengangkat satu alismu saat mengatakan pertanyaan itu.

“Ya.”

“Maksudnya?”

“Susah dijelaskan ya. Tapi ada sesuatu dari dirimu yang hilang. Sesuatu yang membuatku dulu suka.”

And that is my touch?

“Ya.”

“Oke.”

You know, kalau aku ditanya apa yang kuingat darimu, maka aku akan menjawab saat aku pertama kali berjumpa denganmu. Saat kita ada di pos satpam beberapa tahun lalu. Saat kau bercerita ngalor ngidul. Saat kau menemaniku jalan kaki karena tidak ada angkot.”

“Tapi itu kan sudah lewat.”

“Tapi itu yang kusuka. Masa itu.”

“Apa yang kau suka dari masa itu?”

“Caramu memperlakukanku. Kau memperlakukanku sebagai manusia.”

“Memang sekarang aku memperlakukanmu sebagai apa?”

Ada sesuatu dalam nada bicaramu yang membuatku makin serba salah.

I’m sorry tapi aku merasa akhir-akhir ini aku tidak lebih dari alat bagimu.”

“Alat? Kenapa kau bisa merasa begitu?”

“Mungkin karena kau hanya menyuruhku lakukan ini dan itu, tapi kau tidak pernah bertanya apa yang kurasakan. Dan pembicaraan kita setiap hari juga hanya berkisar masalah pekerjaan. You never ask me what happen to me.”

Rasanya lega bisa mengeluarkan isi hati walaupun untuk melakukannya membutuhkan keberanian luar biasa.

“Oh begitu.”

“Ya.”

“Jadi apa yang harus kulakukan sekarang?”

“Tidak ada. Just wanna say that.”

“Oke.”

Dua hari kemudian, hakim mengetuk palu mengesahkan perceraian kami.

Tentang crossside

Denny Pranolo Ss adalah lulusan Universitas Kristen Maranatha jurusan Sastra inggris. seorang penggemar karya sastra yang tidak biasa, dan sudah bosan baca karya sastra yang biasa. blog ini adalah alter egonya
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar