GAUN KEBAHAGIAAN

Bertemu idola atau orang yang diimpi-impikan itu rasanya selangit. Itulah yang kurasakan saat berhadapan muka dengan muka dengan Miss Rane Lee. Seorang perancang busana pernikahan yang terkenal.

Pertemuan tidak sengaja itu terjadi saat aku diundang untuk meliput sebuah acara pernikahan pesohor untuk majalah di mana aku bekerja. Di sana aku melihat banyak orang terkenal datang dan salah satunya adalah Rane Lee.

Tentu saja tidak kusia-siakan kesempatan ini untuk membuat janji wawancara dadakan.

“Permisi, Miss Rane Lee,” kataku pada beliau yang sedang berdiri di sudut ruangan sendirian, menikmati makanan ringan.

“Ya.”

Aku memperkenalkan diri dan majalah tempatku bekerja dan meminta kapan bisa wawancara.

“Oh, sekarang saja. Kalau kamu tidak keberatan.” Jawabnya.

“Sekarang?”

“Iya, kamu bawa alat-alatnya kan? Maksud saya alat perekam dan lain sebagainya.”

“Oh iya.”

“Sebentar kita ke ruang VVIP di sebelah saja. Di sana suasananya lebih private, kita bisa wawancara dengan tenang.”

“Baik, miss.”

Aku mengikuti Miss Rane Lee keluar dari ruang pesta menuju sebuah ruangan kecil di sebelahnya yang disebutnya ruang VVIP.

“Silakan masuk,” katanya.

“Terima kasih.”

“Nah, mau wawancara apa?” tanyanya sambil tersenyum ramah.

Otakku segera berputar mencari bahan wawancara. Terus terang ini wawancara dadakan dan aku juga belum mendapat persetujuan dari pimpinan redaksi untuk mengadakan wawancara atau memuat hasil wawancara ini.

Jadi aku mulai saja wawancara dengan pertanyaan standar. Biodata, kesibukan, rencana ke depan. Semua pertanyaan itu dijawab Miss Rane Lee dengan lancar dan nada suara yang menyenangkan. Ah, Miss Rane Lee memang terkenal dekat dengan wartawan.

“Kamu beruntung bisa wawancara saya sekarang,” kata Miss Rane Lee setelah kami wawancara cukup lama.

“Kenapa, miss?”

“Karena sebentar lagi saya tidak mau menerima janji wawancara lagi.”

“Kenapa?”

“Ini off the record ya. Saya sedang mengajukan perceraian dari suami saya. Dan saya tahu itu pasti akan jadi berita besar. Tapi saya tidak mau masalah perceraian saya itu diekspos.”

“Hah?”

“Kaget?”

“Iya.” Untunglah aku cukup bisa menahan lidahku untuk tidak bertanya alasan kenapa mereka bercerai. Itu kan masalah pribadi mereka. “Apakah itu berarti miss akan berhenti merancang desain baru karena sibuk mengurus perceraian?”

“Entah ya.”

“Sayang sekali kalau miss sampai berhenti menciptakan desain baru. Saya suka gaun yang miss buat. Saya juga senang melihat orang-orang tersenyum bahagia mengenakan gaun yang miss buat.”

“Ya, orang-orang bilang gaun yang saya buat itu gaun kebahagiaan.”

“Ya, benar.”

“Tapi tragis ya, saya menciptakan gaun yang membuat orang bahagia, tapi tidak bisa menciptakan gaun yang membuat saya sendiri bahagia.”

Aku tertegun mendengarnya.

“Kamu tahu sebenarnya istilah gaun kebahagiaan itu tidak ada. Yang membuat kamu bahagia itu bukan gaun yang kamu pakai, tapi hati kamu saat mengenakannya.”

Aku mengangguk.

“Seandainya saja gaun bisa memberi kebahagiaan, saya akan menciptakan satu gaun yang membuat saya bahagia jadi saya tidak usah merasa sedih seperti sekarang.”

Ekspresi mukanya berubah. Dia tampak sedih.

One day, kalau wawancara ini mau kamu muat, tolong masukkan kata-kata saya tadi.”

Aku mengangguk.

“Nah, ada lagi yang mau ditanyakan?”

Aku menggeleng. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

“Kalau begitu mari kita masuk lagi.”

Miss Rane Lee bangkit dan keluar, sementara aku masih terbengong-bengong sendirian sambil merenungi kata-katanya, yang membuat kamu bahagia itu bukan gaun yang kamu pakai, tapi hati kamu saat mengenakannya.

            Ya, sehelai gaun saja tidak bisa membeli kebahagiaan itu. Pelan-pelan aku membereskan peralatanku dan bangkit menuju pintu keluar. Rasanya malam ini sudah cukup aku meliputnya, sekarang waktunya pulang.

Tentang crossside

Denny Pranolo Ss adalah lulusan Universitas Kristen Maranatha jurusan Sastra inggris. seorang penggemar karya sastra yang tidak biasa, dan sudah bosan baca karya sastra yang biasa. blog ini adalah alter egonya
Pos ini dipublikasikan di Cerpen. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar