Telepon Akhir Hayat

Kriing…kriing….kriing….

Iya…iya…iya.

Siapa sih orang iseng yang menelepon jam segini. Sudah hampir jam 1 subuh. Nggak tau apa kalo orang juga butuh istirahat jam segini.

Kriing…kriing….kriing….

Iya…iya…iya.

Aku melirik sekilas LCD handphone-ku, ingin tahu siapa sih orang iseng yang sudah mengganggu jam tidurku yang berharga ini. Aku melihat sederatan angka yang tidak aku kenal punya siapa.

‘Ya.’

Dengan suara setengah bosan aku menjawab panggilan orang iseng ini.

‘Selamat pagi.’ Balas orang di seberang sana. ‘Maaf mengganggu tidur Anda.’ Suara seorang pria. Dalam dan berat.

Aku berusaha mengenali suara siapa ini. Tapi karena masih setengah mengantuk, aku sulit mengenali suara siapa itu.

‘Siapa ini?’

‘Maaf. Tapi Anda tidak kenal saya. Saya juga tidak kenal Anda. Saya memencet nomor secara acak dan akhirnya terhubung dengan Anda.’

Dasar orang iseng.

‘Ya udah, kalo gitu saya mo tidur lagi.’

‘Eh jangan dulu. Saya tidak menelepon Anda hanya karena iseng belaka. Saya ingin menyampaikan wasiat saya pada Anda.’

Wasiat? Ah ini sih pasti si Anto yang iseng.

‘Anto ya? Udah deh To, gue udah cape, gue dari…’

‘Maaf tapi saya bukan Anto. Tolong dengarkan saya baik-baik.’ Nada suaranya berubah. Tiba-tiba jadi tegas dan memerintah.

‘Saya sudah memutuskan akan mengakhiri hidup saya dan saya mau Anda mengabulkan permintaan terakhir saya.’

Aku langsung tersentak. Semua rasa kantuk langsung hilang.

‘Hei ini serius. Siapa ini?’

‘Tidak penting siapa saya. Yang penting Anda mendengarkan saja, ok.’

Tanpa menunggu jawabanku, dia terus melanjutkan. ‘Dan jangan coba-coba menelepon ke nomor ini lagi. Ini adalah nomor perdana yang sengaja saya beli untuk kesempatan ini. Setelah saya mati, nomor ini tidak akan aktif lagi. Jadi tolong dengarkan baik-baik, waktu kita bicara terbatas, hanya sebatas jumlah nominal voucher kartu perdana ini. Yang, kalau kita kalkulasikan dengan harga tarif bicara yang diterapkan oleh perusahaan telepon seluler ini, kita masih akan bisa bicara selama 30 menit 22 detik lagi dari…..sekarang.’

Orang gila. Tapi kuikiuti saja permainannya. Lagi pula aku juga sudah tidak mengantuk lagi.

‘Ok. Jadi kamu itu mo bunuh diri. Tapi sebelum bunuh diri kamu punya keinginan terakhir. Begitu?’

‘Betul sekali. Keinginan terakhir saya adalah menelepon seseorang secara acak dan berbicara dengannya. Dan ternyata Anda lah yang mendapat kehormatan itu.’

‘Kenapa…maksud gue kenapa lu eh kamu mo telepon acak? Kenapa gak telepon orang lain aja?

‘Hehehe. Anda boleh memanggil saya sesukanya. Kamu, lu, Anda, silakan, saya tidak keberatan. Saya harap Anda juga tidak keberatan dengan gaya bahasa saya yang resmi ini.’

‘Tidak.’

‘Bagus. Alasan kenapa saya ingin menelepon seseorang secara acak karena saya ingin menunjukkan kejeniusan saya pada seseorang yang terakhir sebelum saya mati.’

Hah? Jenius?

‘Untuk Anda ketahui, saya adalah seorang yang punya IQ hampir 200. Jauh di atas rata-rata manusia pada umumnya.’

200? Gila. Einstein kali.

‘Tapi…tapi kenapa….?’

‘Bunuh diri? Hah…menjadi jenius tidak selamanya menyenangkan. Kadang dunia tidak siap untuk menerima orang jenius. Dunia ini memang tercipta untuk orang bodoh.’

Huh. Sembarangan. Sombong.

‘Saya tidak sombong. Saya sudah punya banyak bukti dari kata-kata saya. Dan kesimpulan akhirnya memang, dunia tidak siap untuk orang jenius seperti saya.’

No comment.

‘Halo…halo? Anda masih di sana?’

‘Ya.’

‘Bagus. Saya harap Anda tidak marah mendengar kata-kata saya.’

No comment.

‘Kenapa Anda diam saja? Ajukan sebuah pertanyaan. Mulailah sebuah pembicaraan. Kita ‘kan sedang dalam sebuah komunikasi.’

‘Hmmm.’

Nanya apa? O ya!

‘Dari mana kamu tau nomor ini?’

‘Gampang. Setiap perusahaan telepon seluler menciptakan serangkaian nomor tertentu yang kita kenal sebagai nomor perdana. Rata-rata rangkaian nomor itu adalah 11 digit dan pada beberapa perusahaan tertentu panjangnya bisa 12-13 digit. Yang perlu saya lakukan hanya memencet serangkaian nomor tertentu dan saya pasti akan tersambung dengan salah satu nomor yang sudah terdaftar.’

‘Sederhana banget.’

‘Sederhana? Salah. Saya tunjukkan perhitungan matematisnya. Ada sebuah kombinasi nomor yang terdiri dari 11 digit angka. Kita hanya punya 10 angka, dari 0-9 untuk dimasukkan dalam kombinasi nmor itu. Bila setiap angka bisa berulang maka peluang saya untuk terhubung dengan salah satu kombinasi nomor itu adalah….’

Gila.

‘Halo…halo? Anda masih disana? Halo?’

Apa-apaan orang ini? Kombinasi? Peluang? Orang gila.

‘Halo? Halo?’

Tut…tut…tut.

Dasar orang gila pengganggu tidur. Udah ah mending tidur lagi. Mo bunuh diri kok repot-repot?

*

Ya, dunia ini memang belum siap untuk meneriama keberadaan orang jenius sepertiku. Haaah. Dasar bodoh.

Indah sekali kotaku di saat seperti ini. Lampu-lampu berkilauan. Bintang-bintang juga berkelip. Sayang ini terakhir kalinya aku menikmati pemandangan ini.

Aku memandangi hand phone di tanganku. Sudah tidak ada gunanya lagi. Tapi sayang kalau dibuang. Lebih baik aku bawa mati saja. Aku masukkan alat komunikasi itu dalam saku celanaku dan mulai memanjat tembok pembatas yang membatasi aku dan dunia tanpa ruang di depanku.

Aku berdiri. Angin menerpaku. Aku memandang ke bawah. Kurang lebih tinggi permukaan tanah ke tempatku berdiri adalah 20 m, dengan anggapan percepatan gravitasi 10 m/s2. Dengan kecepatan angin seperti ini, aku mungkin akan menghantam tanah dengan kecepatan, hmmm….katakan 50 m/s, jadi aku akan menghantam tanah dalam waktu 2.5 detik. Cepat sekali. Ok, tunggu apa lagi? Ayo!

Dan aku melangkahkan kakiku ke dunia tanpa ruang di hadapanku…

Jakarta 8 Agustus 2008

Tentang crossside

Denny Pranolo Ss adalah lulusan Universitas Kristen Maranatha jurusan Sastra inggris. seorang penggemar karya sastra yang tidak biasa, dan sudah bosan baca karya sastra yang biasa. blog ini adalah alter egonya
Pos ini dipublikasikan di Cerpen. Tandai permalink.

4 Balasan ke Telepon Akhir Hayat

  1. didta berkata:

    salah tu! yg bnar V sat menyentuh tnh adalah 20m/s dng rumus V= akar(2g.h) pada gerak jatuh bebas, dan waktu pada saat menyentuh tanah adalah 2detik dari rumus t=akar(2h/g)!
    Jenius apa ngawur tu!
    Hahaha :mrgreen:

  2. didta berkata:

    Uupz aQ yg salah., mav y 😉 qalo v angin tidak diabaikan akan berbeda hasilnya…
    ayo ditunggu cerpen selanjutny! 🙂

  3. dontshootmesanta berkata:

    “Dunia ini memang tercipta untuk orang bodoh.”
    hahaha…
    dan jenius apatis memutuskan untuk bunuh diri?

  4. gendut1mu3t berkata:

    ya AlloooH kasian skali org jenius yg mengorbankan dirinya, sementara org bodoh berkoar-koar di atas sana memamerkan kebodohannya dg sok pinter, krn memang cuma pinter ngomong,,
    mbok yg jenius ikutan ke “atas” aja dan membenahi negri

Tinggalkan komentar