KISAH SATU MALAM

Kriiiiing. Suara alarm di pagi hari itu sangat menganggu. Dengan terhuyung-huyung aku bangun dari tempat tidurku dan mematikan alarm.

Huaaah. Hari apa sekarang? Aku berjalan menuju kalender kecil yang ada di meja. Hari Senin. Otakku otomatis mengingatkanku mata kuliah apa saja yang harus kuajarkan hari ini. Masih dengan mata mengantuk aku berjalan menuju cermin yang tergantung di dinding dan berkaca. Wajah yang terpantul di cermin adalah wajah seorang pria tampan, berambut hitam lurus, hidung mancung, dengan rambut acak-acakan baru bangun tidur. Namaku Dani, seorang dosen fakultas sastra inggris di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung.

Selesai mandi aku langsung pergi mengajar. Tidak ada yang istimewa hari ini. Semua berjalan seperti biasa. Rutinitas. Ah, kadang-kadang aku lelah dengan semua rutinitas ini. Selesai mengajar aku langsung pulang untuk kembali bersiap melakukan pekerjaan sambilanku.

Sambil bersiul kecil aku memasukkan handuk, satu stet pakaian ganti, sabun cair, dan satu pak Durex ke dalam tasku. Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

Dunia Gila

Hari ini tanggal dua puluh lima. Hari ulang tahun ibuku. Ibu kandungku. Entah dari mana tapi aku mendapat firasat kalau hari ini ibu akan datang untukku. Oh ibu aku rindu padamu. Kalau saja orang yang mengaku sebagai ayah kandungku itu tidak pernah ada, aku pasti akan membawa ibu pergi ke kota lain. Di sana kita bisa tinggal berdua. Ya, cuma berdua saja, tanpa pria itu.
*
Tok tok tok.
Aku mengangkat mukaku dari berkas laporan harian yang sedang kuisi. ‘Masuk.’ Kataku.
‘Permisi, Dok.’
Sepasang suami istri yang segara kukenali sebagai pasangan pendeta terkenal di Bandung. Sang suami adalah seorang pria setengah baya, bertubuh kekar dan rambut yang sudah mulai memutih. Istrinya bertubuh kecil dengan wajah sendu dan sedikit rambut putih.
‘Silakan duduk.’ Kataku pada kedua tamuku itu.
Terima kasih.’ Sang suami mempersilakan istrinya duduk lebih dahulu.
‘Ada yang bisa saya bantu, bapak ibu?’ tanyaku.
‘Begini, Dok,’ kata sang suami. ‘Kami kemari untuk menengok anak kami Arie.’
Arie adalah pasien baru di rumah pemulihan tempatku bekerja. Dia didiagnosa menderita schizophrenia. Tapi sejauh pengamatanku selama di rumah pemulihan dia tampak normal.
‘Maaf, bapak ibu, tapi kebijakan kami di sini tidak memperbolehkan pasien ditengok sampai sebulan dari tanggal masuk.’
‘Saya tahu, Dok,’ kali ini istrinya yang berkata. ‘Tapi saya tidak tahan untuk bertemu Arie. Saya kangen sekali Dok. Tolong, Dok, saya mohon, izinkan saya bertemu Arie.’
Air mata mengalir dari mata sang istri. Dengan lembut suaminya mengeluarkan saputangan dan mengusap air mata itu. Aduh, aku paling tidak tahan kalau melihat wanita tua menangis.
‘Baiklah, begini saja. Saya tetap tidak bisa mengizinkan Anda berdua bertemu Arie secara langsung tapi Anda boleh melihat Arie dari balik pintu kamarnya, bagaimana?’
Terima kasih, Dok.’
‘Baik, silakan ikuti saya.’
*
Tuhan, terima kasih kalau aku masih Kau beri kesempatan untuk membalas dendam pada orang yang selama ini mengaku sebagai ayahku dan menyakiti perasaan ibuku. Aku janji Tuhan kalau aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang Kau berikan ini. Berkati aku. Dalam nama Tuhan Yesus.
Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

CINTA SEORANG PUJANGGA

Kugoreskan penaku.
Menulis kata rinduku untukmu
Bilakah kau tahu isi hatiku
Kau akan mencintaiku
Ah. Lagi-lagi aku menemukan puisi gombal ini di depan pintu kamar kost-ku. Dengan kesal aku mengambil kertas berisi puisi itu dan memasukkannya ke tong sampah bersama ratusan lembar kertas berisi puisi gombal lain yang selalu ada tiap kali aku membuka pintu kamar kost-ku.
Siapa sih orang iseng yang suka menulis puisi gombal ini. Dia ngga tahu apa, sekarang udah zaman modern. Bukan lagi zamannya Pujangga Baru yang menyatakan isi hati dengan puisi. Kalo memang suka, ngomong langsung. Jangan menulis puisi diam-diam seperti ini.
*
Oh, cintaku membuka pintunya. Setiap pagi aku memperhatikanmu melangkahkan kakimu meuju tempatmu menuntut ilmu. Andaikan aku punya cukup keberanian untuk mengatakan cintaku padamu. Tentulah aku tidak akan menderita karena tekanan batin cintaku.
*
Heran. Di zaman modern ini masih ada saja pujangga dari negeri antah berantah yang hidup. Memangnya ini tahun berapa. Sekarang sudah tahun 2006. Abad 21. Mana ada di zaman modern seperti ini, ada orang yang mau nembak cewek dengan puisi gombal kaya gini. Emang gue cewek apaan?
Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

DARK CHRISTMAS

Bandung, 24 Desember.
Di sebuah ruko di daerah Kopo. Jam 23.00

Malam ini malam natal. Damai di surga damai di bumi. Mestinya itu yang terjadi. Tapi bagaimana bisa damai, kalau ada orang yang selalu mengusik kedamaian itu. Ya, waktu orang-orang sedang asyik menikmati liburan natal bersama keluarga, aku malah terjebak di sini. Di kantorku dengan segudang pekerjaan yang sepertinya tidak akan selesai dalam waktu satu tahun sekalipun.
Heran, masih ada saja orang yang luar biasa diktatornya seperti Pak Robert, bosku itu. Dia orang yang membuatku terjebak di kantor ini. Sendirian. Padahal semestinya aku bisa pulang dan menikmati sisa hariku dengan bersantai di depan TV atau mendengarkan musik klasik kesukaanku.
Hhhh. Aku merenggangkan tanganku. Pungungku terasa pegal sudah dari tadi duduk berjam-jam. Aku membuka kaca mataku dan menggosok-gosok lensanya. Rasanya mataku sudah lelah melihat layar komputer dari tadi. Kalau aku boleh memilih aku ingin segera pergi ke pulau kapuk, meninggalkan semua beban pekerjaan ini. Tapi mana bisa. Kalau ketahuan aku bisa potong gaji, ato paling sial dipecat. Memang beginilah nasib orang gajian
*
Bandung, 24 Desember.
Di sebuah warnet 24 jam di daerah Kopo. Jam 23.00
<diva> trs kpn pig
<cool_kid> kpn2
<diva> KPN????

Cici…kaya lu ngga tau aja. Gue kan males pulang. Apalagi di rumah ada si papa. Lu tau sendiri kan kalo gue ngga mo ketemu papa dulu. Kenapa sih lu mesti maksa gue?
Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

DRAMA TANPA KATA

Cerita ini terjadi di sebuah desa di sebuah negeri antah berantah, di mana sistem feodalisme masih ada waktu itu. Ada sepasang keluarga yang secara turun temurun tinggal di desa itu. Keluarga pendeta desa, dan keluarga pelayan yang bekerja pada keluarga sang pendeta.
Ada yang unik pada keluarga sang pelayan. Semua anggota keluarga mereka bisu. Atau lebih tepatnya membuat bisu diri mereka sendiri. Entah sejak keturunan ke berapa, tradisi membisukan diri itu ada. Tapi yang jelas, sampai sekarang semua anggota keluarga pelayan yang bekerja pada keluarga pendeta tidak pernah mengeluarkan satu suku kata pun. Mereka hanya berkata-kata pada sesama anggota keluarga saja, tapi tidak pernah pada orang luar. Bagi keluarga pendeta dan semua orang lain, mereka adalah orang bisu.
Sudah jadi tradisi di desa itu kalau keluarga pendeta harus tinggal di Wisma Pendeta. Dan sudah jadi tradisi juga kalau keluarga pelayan yang melayani pendeta harus tinggal di sebuah pavilyun kecil yang ada di halaman wisma pendeta. Entah keturunan keberapa sekarang yang tinggal di tempat itu. Tapi kali ini itu adalah keturunan terakhir baik bagi sang pendeta maupun bagi pelayan yang mengabdi pada keluarga pendeta.
Semuanya bermula ketika pendeta Albert, begitulah namanya, menerima surat tentang kedatangan keponakannya, Erik. Albert adalah tipe pendeta yang benar-benar mengasingkan dirinya dari semua kegiatan Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

ENDLESS NIGHTS

Bandung di malam hari semakin lama semakin panas saja. Seperti hari ini. Panas sekali, seperti di neraka saja. Kaos ku sudah basah oleh keringat. Bantalku juga sama nasibnya. Aku bangun membuka jendela, tapi tidak terlalu membantu. Rasanya segelas air dingin akan membantu, pikirku, tapi hanya sebentar. Selebihnya aku masih kepanasan. Akhirnya aku menyalakan komputer, dari pada aku basah oleh keringat dan tidak bisa tidur…

Aku browsing beberapa situs. Tidak ada yang menarik. Aku melirik jam. Jam sebelas. Aku masuk yahoo messenger. Biasanya selalu saja ada orang yang tidak bisa tidur sepertiku atau yang memang sengaja tidak tidur pada jam-jam seperti ini dan mereka berkeliaran di dunia maya.

Aku memperhatikan beberapa nama sebelum akhirnya aku meng-klik salah satu nama.

<danny_boy> gud night
<d_end> gud night 2
<d_end> asl pis
<danny_boy> bdg/m/2…
<danny_boy> n u?
<d_end> bdg/f/?
<danny_boy> ?
<d_end> it’s a secret
<d_end> a secret makes a woman a woman
Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

KISAH ORANG CINA CAMPURAN

I al san se u liu ci pa ciu se. I al san se u !iu ci pa ciu se. I al…1
Aku terus mengulangi kata-kata itu dalam hatiku untuk mengusir rasa tegang sekaligus rasa bosan. Tegang karena aku harus interview kerja. Bosan karena menunggu giliran interview yang sudah molor dari jadwal. Tahu begini aku datangnya telat sekalian jadi tidak perlu menunggu lama begini.
Entah sejak kapan aku terbiasa untuk mengulangi deret hitung sederhana itu di kepalaku. Mungkin sejak aku tahu kalau aku bukan termasuk golongan orang Cina asli. Atau mungkin karena hanya deret hitung itu saja yang aku kuasai dari sekian banyak kosa kata bahasa Mandarin yang jumlahnya ribuan itu. Entah mana yang betul. Tapi untuk apa memperdebatkan sebabnya, bukankah lebih penting sekarang menatap ke depan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi sang interviewer.
‘Silakan duduk.’
Terima kasih, pak.’ Kataku sambil mengambil tempat di depan sang interviewer.
Sang interviewer membolak-balik beberapa dokumen yang ada di mejanya. Akhirnya dia menemukan juga berkasku di antara setumpkan berkas pelamar lainnya.
‘Nama Anda Dani Setiawan?’
‘Benar, pak.’
‘Hmmm.’
‘Anda melamar untuk posisi manager di perusahaan kami, boleh saya tahu apa saja rencana kerja Anda seandainya Anda diterima di perusahaan kami?’
‘Pertama-tama tentu saja saya akan mempelajari kebijakan peusahaan dan mengevaluasi kebijakan yang ada dan melakukan perombakan di bidang-bidang yang saya anggap kurang efisien.’
‘Bisa lebih spesifik?’ Cecar sang interviewer.
‘Misalnya, pak, untuk sistem shift…’
‘Pak Dani silakan masuk.’
Suara lembut sang sekertaris itu membuat Dani terbangun dari lamunannya.
‘Silakan, pak. Pak direktur sudah menunggu Anda.’ kata sang sekertaris itu lagi sambil tangannya menunjuk ke arah pintu jati yang tertutup rapat.
‘Balk. Terima kasih.’
Dani bangun dari duduknya. Melihat jam tangannya sekilas. Setengah jam lebih dia menunggu giliran untuk interview ini. Harus diterima. Batinnya.
Tarik napas panjang. Periksa pakaian. Rapih. Bagus. Map berisi berkas lamaran. Slap. Ok. Saatnya maju. Dengan langkah tegang Dani berjalan menuju pintu kayu jati itu dan mengetuk.
Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | 1 Komentar

MALAM KUDUS

24 Desember.

Huuaah. Selamat pagi dunia. Dengan satu geliat panjang dan mulut terbuka lebar aku memasukkan sebanyak mungkin oksigen ke dalam paru-paruku. Segarnya pagi ini. Aku memeriksa jam kecil di meja belajarku. Jam delapan. Saat yang tepat untuk bangun. Atau tidur lagi. Hmmmm….
*
Tok tok tok.
Siapa sih yang ganggu keasyikan orang yang mo tidur?
‘Iya. Iya bentar.’ Setengah malas aku bangu dari tempat tidurku. Dengan kaki diseret, aku mendekati pintu kamar kost ku dan membukanya.
‘Ada apa, Ju?’
‘Er…begini.’ Kata Julian tergagap.
‘Apa? To the point aja. Gue udah ampir tidur nih.’
‘Er… katanya lu bisa dipake ya?’
‘Maksud lu?’
‘Ya gue mo make lu.’
Aku terdiam ngga percaya. Ini anak pasti udah gila atau kiamat bakal datang besok. Julian, anak paling alim di kost-an ini mo make gue. Apa ngga salah nih? Oh Tuhan, rupanya kiamat emang udah dekat.
‘Udah lah, Ju, lu jangan becanda. Lu mo make gue? Yang bener. Ok. Good night.’
‘Eh, Ra. Gue serius. Gue berani bayar.’
Aku tidak jadi menutup pintu kamar kost-ku. Aku menatap Julian lekat-lekat. Badannya kurus tinggi langsing, rambut hitam lurus, hidung pesek. Ngga ada tampang banget. Tapi boleh juga nih, gue emang lagi butuh duit, setelah duit kiriman bulan ini abis.
‘Emang lu berani bayar berapa?’ Tanyaku.
‘Dua kali lipat bayaran lu yang biasa.’
Gilee nih anak serius juga, batinku. Aku muiai curiga ada sesuatu yang ngga beres.
‘Ok, gue setuju. Masuk.’
Julian itu tipe anak alim yang belum pemah ngelakuinnya sekali pun. Malam itu aku harus mengajari dia bagaimana caranya. Haah. Akhirnya selesai juga.
‘Makasih ya, Ra. Ini uangnya.’ Kata Julian sambil membetulkan bajunya.
‘Ju, gue heran. Kenapa lu tiba-tiba mo bayar gue segini banyak. Lu kan baru pertama kali ngelakuinnya.’ Julian terdiam. Kepalanya tertunduk.
‘Udah jujur aja. Gue ngga bakalan marah kok.’
‘Gue diajak taruhan ama temen gue. Kalo gue berani make lu, gue bakal dikasih duit.’
Man. Ternyata soal duit lagi. Dasar dunia ini udah gila. Semuanya diukur pake duit. Tapi emang sih, kalo ngga ada duit, gue ngga bakalan bisa hidup.
Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | Meninggalkan komentar

MIMPI

Huaah.
Aku menguap lebar, tapi aku harus bertahan. Aku tidak boleh tidur sekarang. Kalau aku tidur, dia akan datang dalam mimpiku. Tidak, aku harus bertahan. Dia tidak boleh datang malam ini dan menguasai mimpiku lagi. Aku harus menang malam ini.
Aku meneguk kopi kentalku. Pahit. Tapi cukup ampuh untuk membuatku terjaga semalaman. Aku menguap lagi. Aku berusaha fokus pada layar monitor komputerku. Aku membaca tulisan yang sengaja kutulis di sana. Kisah tentang Maya, dan bagaimana dia menguasai mimpiku tiap malam, satu-satunya yang kutahu bisa membuatku tetap terjaga sepanjang malam. Tulisan itu berbunyi:

‘Namaku Tony. Entah sejak kapan aku mengalami mimpi buruk ini. Tapi sudah beberapa minggu ini setiap kali tidur aku bermimpi aku menjadi seorang pelajar SMU bernama Maya. Aku bukan cuma memimpikan dia, tapi dalam mimpiku aku menjadi dia. Aku adalah Maya, dalam mimpiku.
Maya adalah seorang siswi SMU yang termasuk siswi pintar di kelasnya. Dia bahkan selalu mendapat ranking satu di kelasnya. Walaupun masih SMU, tapi cara pikirnya, logikanya tidak kalah dengan orang dewasa. Mungkin karena keturunan orang tuanya yang dosen.
Dia sangat logis. Semua harus bisa dibuktikan dengan logika. Kalau tidak…’

Huuuah. Lagi-lagi aku menguap untuk kesekian kalinya. Gila, mata ini sepertinya sudah tidak bisa diajak kerja sama lagi. Tapi aku harus bertahan, aku tidak boleh membiarkan dia datang, dan….dan…..
Zzzzzzz
*
‘Halo, Nit, ini gue Maya. Iya iya gue tau ini udah malam. Tapi gue gak pengen tidur. Kenapa?….Gak. Gak kenapa kenapa. Cuma belum pengen tidur aja. Lu belum tidur ‘kan? Hehehe, mana mungkin sih orang kaya lu udah tidur jam segini….Nit temenin gue ngobrol ya. Pliss. Lu gak ngapa-ngapain `kan?….

‘Apa? Ya ngobrol apa aja. Yang penting lu bantuin gue, jangan sampe gue tidur….Gak. Gak kenapa-kenapa Nit, kalo gue cerita, lu percaya gak sama gue? Soalnya cerita gue aneh banget….Thanks. ‘Gini. Udah beberapa minggu terakhir tiap kali tidur gue mimpi jadi orang Iain Iya,lu gak salah denger. Gue ngimpi jadi bapak-bapak namanya Anto….enak aja lu bilang gue electra complex’. Si Anto ini gak ada miripnya sama papa gue, malah dia beda banget. Lu tau papa gue ‘kan? Orangnya pendek, tegap, tapi cakep. Nah kalo si Anto ini kebalikannya dia itu kurus, tinggi, udah setengah botak lagi….. suka? siapa lagi yang suka sama orang kayak gitu? bukan tipe cowo idaman gue lagi. Iiihhh. Tapi Nit, yang lebih aneh lagi, tiap malam gue ngimpi kalo gue itu jadi dirinya….iya bener. Gue jadi si Anto itu. Dalam mimpi gue, gue jadi si Anto. Gue tau apa yang dia pikirin, apa yang dia rasain, apa pekerjaan dia. Pokonya gue tau semua tentang dirinya. Serem banget. Lu mo tau apa kerjaannya? Tukang jagal.

Baca lebih lanjut

Dipublikasi di Cerpen | 1 Komentar

The Last Piece of Puzzle

The last piece of puzzle has been placed
Now the problem can be solved
Now the answer will become clear

One by one it’s put into its place
One by one it takes its own position
In the line of eternity

And now look it’s complete
The last piece has been put
The last one has come to the place
And we can continue the journey
To the next place

Bandung, January 7, 2008

Dipublikasi di Puisi | 1 Komentar